Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama umat Islam setelah wafatnya Rasulullah ﷺ adalah masa yang penuh ujian. Tantangan besar berupa murtadnya sebagian kabilah Arab, klaim kenabian palsu, dan penolakan membayar zakat mewarnai awal masa pemerintahannya. Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, Abu Bakar menunjukkan keteguhan, kebijakan, dan ketelitian luar biasa. Dua tokoh penting dalam sejarah ini adalah Ikrimah bin Abi Jahl dan Mu'adz bin Jabal, yang menerima instruksi langsung darinya.
Wasiat Abu Bakar kepada Ikrimah bin Abi Jahl
Ikrimah bin Abi Jahl, putra musuh besar Islam yang kemudian menjadi pejuang gigih di jalan Allah, diberi amanah oleh Abu Bakar untuk menghadapi kelompok-kelompok murtad di wilayah selatan Jazirah Arab. Dalam salah satu riwayat, Abu Bakar memberikan wasiat kepadanya yang menunjukkan kehati-hatian dalam strategi militer:
“Janganlah kamu menyerang Musailamah sebelum kamu diperkuat oleh Syurahbil bin Hasanah. Aku khawatir kamu dikalahkan.”
— (Ibn Katsir, Al-Bidāyah wa an-Nihāyah, jilid 6)
Wasiat ini mencerminkan dua hal penting:
-
Perencanaan strategis: Abu Bakar tidak gegabah dalam mengirim pasukan, meski Ikrimah dikenal sebagai pejuang tangguh.
-
Kepemimpinan kolektif: Ia lebih memilih menunda serangan demi menggabungkan kekuatan dan mencegah kegagalan yang dapat memperlemah semangat pasukan Islam.
Sayangnya, Ikrimah sempat bertindak melampaui instruksi dan menyerang lebih awal, namun ia gagal dan pasukannya terpukul. Meskipun demikian, Abu Bakar tidak langsung mencelanya, melainkan memerintahkan Ikrimah untuk bergerak ke arah Oman guna menghadapi pemberontakan lainnya. Ini menunjukkan kepercayaan Abu Bakar terhadap loyalitas dan kemampuan Ikrimah, meski ia telah membuat kekeliruan taktis.
Perhitungan Abu Bakar kepada Mu'adz bin Jabal
Mu'adz bin Jabal adalah sahabat yang dikenal luas akan ilmunya, dan ia sempat diutus oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai duta dakwah dan pengumpul zakat ke Yaman. Setelah wafatnya Nabi, Abu Bakar memintanya kembali ke Madinah untuk memberikan laporan keuangan dan zakat yang telah dikumpulkan selama bertugas.
Dalam riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar melakukan audit atau hisab terhadap Mu’adz:
"Mu'adz datang kepada Abu Bakar membawa setengah zakat yang dikumpulkannya dari Yaman. Abu Bakar bertanya, 'Ke manakah yang lainnya?' Mu’adz menjawab, 'Aku telah memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan di sana.' Maka Abu Bakar berkata, 'Aku tidak mengutusmu untuk menjadi pembagi, tetapi untuk menjadi pengambil!'”
— (Ibn Sa’d, Tabaqāt al-Kubrā)
Namun kemudian, Umar bin Khattab menyela dan berkata:
“Wahai Khalifah Rasulullah, ia tidak melakukan hal itu kecuali karena alasan yang tepat.”
Akhirnya, Abu Bakar menerima penjelasan Mu’adz dan tidak mempermasalahkan sisa zakat yang dibagikan di Yaman, menunjukkan bahwa proses perhitungan tersebut bukan bentuk ketidakpercayaan, tetapi bagian dari tanggung jawab dan transparansi administrasi.
Analisis dan Hikmah
Dua peristiwa ini mencerminkan prinsip dasar kepemimpinan Abu Bakar:
-
Tanggung jawab: Ia tidak membiarkan tindakan di luar instruksi berlalu tanpa evaluasi.
-
Keseimbangan antara ketegasan dan kebijaksanaan: Ikrimah ditegur secara taktis, sedangkan Mu’adz diberi ruang untuk menjelaskan.
-
Transparansi keuangan: Perhitungan zakat terhadap Mu’adz menunjukkan pentingnya akuntabilitas bahkan terhadap sahabat utama.
Sumber Referensi
-
Ibn Katsir. Al-Bidāyah wa an-Nihāyah. Dar al-Fikr.
-
Ibn Sa’d. Tabaqāt al-Kubrā. Beirut: Dar Ṣādir.
-
Khalid Muhammad Khalid. Khulafā’ al-Rashidīn.
-
Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. Abu Bakr ash-Shiddiq – Kehidupan dan Perjuangan Sang Khalifah.
Posting Komentar untuk "Wasiat Abu Bakar kepada Ikrimah bin Abi Jahl dan Perhitungannya kepada Mu'adz bin Jabal"