Upaya Pemutihan Narasi Sejarah di Era Pemerintahan Bani Umayyah

 


        Sejarah tidak hanya ditulis berdasarkan fakta semata, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh siapa yang berkuasa. Inilah yang terjadi dalam masa kekuasaan Bani Umayyah, sebuah dinasti Islam yang memerintah dari tahun 661 hingga 750 M. Di balik kemajuan administratif dan ekspansi wilayah yang luar biasa, Bani Umayyah juga dikenal karena berbagai upaya mereka dalam membentuk narasi sejarah sesuai dengan kepentingan politik dinasti, atau yang sering disebut sebagai "pemutihan sejarah".

    Upaya ini bukan hanya sekadar menutupi kesalahan atau mengganti fakta, tetapi mencakup pembungkaman suara-suara oposisi, manipulasi periwayatan hadits, hingga pencitraan tokoh-tokoh tertentu secara sistematis.


Latar Belakang Dinasti Bani Umayyah

    Dinasti Bani Umayyah berkuasa setelah wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib dan naiknya Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah. Pemerintahan ini banyak dikritik karena menerapkan sistem monarki turun-temurun yang tidak sesuai dengan prinsip khilafah yang sebelumnya dipraktikkan oleh Khulafaur Rasyidin.

        Dalam upaya mempertahankan legitimasinya, Bani Umayyah menghadapi berbagai tantangan, termasuk dari keturunan Nabi Muhammad SAW (Ahlul Bait) dan kelompok-kelompok oposisi seperti Syiah dan Khawarij. Oleh karena itu, pengendalian narasi sejarah menjadi salah satu instrumen penting kekuasaan mereka.


Strategi Pemutihan Sejarah yang Dilakukan Bani Umayyah

Berikut adalah beberapa bentuk nyata dari upaya pemutihan narasi sejarah yang dilakukan oleh pemerintahan Bani Umayyah:

1. Manipulasi Periwayatan Hadits

        Beberapa ulama sejarah dan hadits, seperti Imam Abu Hanifah dan Sufyan ats-Tsauri, mengkritisi periwayatan hadits pada masa Bani Umayyah karena adanya intervensi politik. Pemerintah mendanai para perawi untuk meriwayatkan hadits yang menguntungkan penguasa, bahkan menciptakan hadits palsu untuk memperkuat legitimasi keluarga Umayyah.

    Contohnya adalah hadits-hadits yang secara tidak langsung menurunkan derajat Ahlul Bait dan mengangkat status Bani Umayyah, seperti keutamaan-keutamaan Muawiyah yang tidak terdapat dalam hadits-hadits sahih.

2. Penghapusan atau Pengaburan Peran Tokoh-Tokoh Oposisi

Tokoh-tokoh seperti Imam Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husain sering kali dijadikan sasaran kampanye negatif. Pada masa kekuasaan Muawiyah, khutbah-khutbah Jumat di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah disusupi cacian terhadap Ali bin Abi Thalib secara resmi hingga bertahun-tahun lamanya.

Langkah ini merupakan bentuk sistematis untuk membentuk opini negatif tentang pihak oposisi dan menutupi kekeliruan pemerintahan, khususnya terkait Perang Shiffin dan pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala.

3. Pengangkatan Ulama Istana

Bani Umayyah juga mengangkat sejumlah ulama bayaran yang bertugas mengukuhkan kekuasaan mereka lewat tafsir-tafsir keagamaan yang pro-pemerintah. Ini dilakukan untuk memberikan legitimasi religius pada tindakan politik yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang adil.

4. Pelarangan dan Sensor Sejarah Alternatif

Buku-buku sejarah dan periwayatan yang tidak sesuai dengan narasi resmi kekhalifahan dilarang beredar. Bahkan, beberapa perawi hadits dan penulis sejarah yang menolak tunduk kepada penguasa diasingkan atau dieksekusi.

        Contohnya adalah Hujr bin ‘Adi, seorang sahabat Nabi yang dibunuh karena menolak mencaci Sayyidina Ali. Kasus ini menunjukkan bagaimana penyampaian kebenaran sejarah yang bertentangan dengan kebijakan istana bisa berujung pada penghapusan fisik dan intelektual.


Dampak Jangka Panjang

        Upaya pemutihan sejarah oleh Bani Umayyah berdampak luas terhadap perkembangan pemikiran dan historiografi Islam. Banyak generasi sesudahnya yang mewarisi versi sejarah yang telah dimodifikasi. Oleh karena itu, para sejarawan Muslim klasik maupun modern, seperti al-Tabari, Ibn Khaldun, hingga Syed Hossein Nasr, mencoba menelaah ulang dan menyeimbangkan kembali narasi sejarah Islam agar tidak hanya berpihak pada penguasa masa lalu.

        Pemutihan sejarah yang dilakukan oleh Bani Umayyah adalah contoh nyata bagaimana kekuasaan politik dapat membentuk dan mengendalikan memori kolektif umat. Melalui manipulasi hadits, pengaburan tokoh, sensor intelektual, dan dukungan ulama istana, Bani Umayyah berupaya menciptakan legitimasi yang bersumber dari narasi sejarah buatan.

Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi kita untuk terus mengkritisi dan menggali sumber sejarah dengan pendekatan ilmiah dan jujur, demi menjaga objektivitas dan integritas ilmu pengetahuan dalam dunia Islam.


Sumber Referensi:

  1. Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, ed. Muhammad Abu al-Fadl Ibrahim.

  2. Ibn Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah.

  3. Wilferd Madelung, The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate.

  4. Husain Haekal, Hayat Ali bin Abi Thalib.

  5. Syed Hossein Nasr, Ideals and Realities of Islam

Posting Komentar untuk "Upaya Pemutihan Narasi Sejarah di Era Pemerintahan Bani Umayyah"