Meseum Keraton Kerajaan Matan Ketapang



Meseum Keraton Kerajaan Matan Ketapang.

Kabupaten Ketapang adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Ibu kotanya terletak di Kecamatan Delta Pawan atau yang dikenal sebagai Kota Ketapang, sebuah kota yang terletak di delta Sungai Pawan.

Keraton Kerajaan Matan berada di jalan Pangeran Kesumajaya, Desa Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong. Lokasi Keraton Matan apablila ditempuh dengan jalan darat kurang lebih berjarak 12 km atau sekitar 15 menit dari pusat kota.

Keraton Matan diperkirakan dibangun pada tahun 1924 M. Bangunan ini ditempati oleh Gusti Muhammad Saunan pada saat berkuasa di Kerajaan Simpang – Matan. Istana Muliakarta pertama kali dibangun oleh Pangeran Perdana Menteri yang bergelar Haji

Muhammad Sabran, Sultan ke-14 Kesultanan Tanjungpura, yang bertahta dari tahun 1845 sampai dengan tahun 1924 M. Namun, istana ini terus mengalami renovasi dan rekonstruksi beberapa kali, sehingga menjadi seperti yang terlihat sekarang ini. Panembahan Gusti Muhammad Saunan (1908-1944), Sultan ke-16, adalah Sultan yang merombak istana tersebut secara besar-besaran. Panembahan Saunan mengganti arsitektur Istana Muliakarta dengan gaya arsitektur Eropa karena beliau pernah studi di Belanda dan tinggal cukup lama di Negeri Kincir Angin tersebut.

Bangunan berarsitektur panggung terdiri dari bagian kaki, badan dan atap. Mempunyai luas bangunan 714 m2. Terbuat dari kayu ulin. Bagian kaki berupa tiang kayu ulin yang difungsikan sebagai tiang penyangga bangunan, sedangkan pada bagian badan terdiri dari balai pertemuan, kantor tempat kerja sultan, dan tiga kamar yang dahulunya digunakan sebagai tempat tinggal sultan. Selain itu pada sisi sebelah barat daya terdapat menara dulunya difungsikan sebagai tempat penjaga. Bagian Atap berbentuk pelana, pada bumbungan atap bagian depan istana terdapat mahkota kerajaan yang berukir detail dan artistik. Halaman depan istana terdapat sebuah menara yang dahulunya diperkirakan berfungsi sebagai pos penjagaan istana. Di depan istana juga terdapat 2 buah meriam, salah satu senjata peninggalan kesultanan.



Kondisi saat ini Keraton Matan dipergunakan sebagai museum yang menampilkan berbagai memorabilia koleksi istana, seperti singgasana sultan dan permaisurinya, foto sultan dan keluarganya, kain tenun khas kerajaan, tempat tidur Panembahan Gusti Muhammad Saunan, aneka batik kuno, serta benda-benda dan peralatan-peralatan peninggalan Kesultanan Tanjungpura lainnya, tersimpan dengan baik di dalam istana.

Pemerintah pendudukan Jepang yang berakhir kekuasaannya pada 1945 diganti oleh Pemerintahan Tentara Belanda (NICA). Pada masa ini, bentuk pemerintahan yang ada sebelumnya masih diteruskan. Kabupaten Ketapang berstatus Afdeling yang disempurnakan dengan Stard Blood 1948 No. 58 dengan pengakuan adanya Pemerintahan swapraja.

Pada waktu itu, Kabupaten Ketapang terbagi menjadi tiga pemerintahan swapraja, yaitu Sukadana, Simpang dan Matan. Semua daerah swapraja yang ada digabungkan menjadi sebuah Federasi.

Pembentukan Kabupaten Ketapang pada masa Pemerintahan Republik Indonesia adalah berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 yang menetapkan status Kabupaten Ketapang sebagai bagian Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat yang dipimpin oleh seorang Bupati.

Ketapang merupakan kabupaten terluas dibandingkan kabupaten lain di Kalimantan Barat, Wilayahnya terdapat pantai yang memanjang dari selatan ke utara dan sebagian pantai yang merupakan muara sungai, berupa rawa-rawa terbentang mulai dari Kecamatan Teluk Batang, Simpang Hilir, Sukadana, Matan Hilir Utara, Matan Hilir Selatan, Kendawangan dan Pulau Maya Karimata.

Sedangkan, daerah hulu umumnya berupa daratan yang berbukit-bukit dan sebagian masih merupakan hutan. Sungai terpanjang di Kabupaten Ketapang adalah Sungai Pawan yang menghubungkan Kota Ketapang dengan Kecamatan Sandai, Nanga Tayap, dan Sungai Laur serta merupakan urat nadi penghubung kegiatan ekonomi masyarakat dari desa dengan kecamatan dan kabupaten.


Ketapang pernah menjadi pusat Kerajaan Tanjungpura yang berdiri sejak abad ke-8. Pada abad ke-14, kerajaan ini pindah ke ke Sukadana yang saat ini menjadi ibu kota Kabupaten Kayong Utara.

Pemilihan letak dan nama suatu wilayah pada masa kerajaan biasanya didasarkan pada keputusan pemimpin (raja dan pemuka agama), tanda-tanda binatang dan tumbuhan atau menurut petuah-petuah orang tua atau pemuka agama. Begitu juga dengan Ketapang.

Raja Tanjungpura, Pangeran Giri Kusuma mengubah namanya dari Sorgi menjadi Giri Kusuma setelah memeluk Islam pada 1590, kemudian mengubah nama kerajaannya menjadi Kesultanan Matan. Kata " Matan" diambil dari bahasa Arab yang berarti Tanah Air yang penuh rahmat dan keselamatan.


Perubahan nama kota Matan menjadi Ketapang berasal dari nama Kampung Ketapang yang terletak di pinggiran sungai Ketapang kecil. Ketapang merupakan tumbuhan berkayu yang hidup di ekosistem pesisir pantai. Pohon ketapang (Terminalia catappa) disebut sebagai tanaman peneduh, karena memiliki bentuk tajuk yang lebar. Pemilihan nama wilayah yang mengambil jenis nama tumbuhan diyakini menjadi bentuk penyatuan dan penghormatan diri dengan lingkungan alam sekitarnya

Posting Komentar untuk "Meseum Keraton Kerajaan Matan Ketapang"